Jumat, 19 Juni 2015

Model Nested

 A.   Pengertian Nested

Pembelajaran terpadu model Nested merupakan model pembelajaran yang mengintegrasikan kurikulum di dalam satu disiplin ilmu secara khusus meletakkan fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan oleh seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content). Keterampilan-keterampilan belajar itu meliputi keterampilan bepikir (thingking skill), keterampilan sosial (social skill), dan keterampilan mengorganisasi (organizing skill) Fogarty (1991: 23).

Model pembelajaran terpadu tipe Nested atau tersarang adalah integrasi desain guna memperkaya segala hal yang digunakan oleh guru supaya terlihat lebih terampil. Mereka tahu bagaimana untuk mendapatkan jarak tempuh yang paling efektif dari pelajaran apapun. Tapi, dalam pendekatan Nested untuk instruksi perencanaan diperlukan beberapa sasaran yang tepat untuk belajar siswa. Namun, integrasi Nested mengambil keuntungan dari kombinasi alam sehingga tugas tersebut tampaknya cukup mudah.

Model Sarang (Nested) adalah model pembelajaran terpadu yang target utamanya adalah materi pelajaran yang dikaitkan dengan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisasi. Artinya memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta memadukan keterampilan proses, sikap dan komunikasi.

Di sisi lain model Nested adalah model pembelajaran terpadu yang target utamanya adalah materi pelajaran yang dikaitkan dengan keterampilan berfikir dan keterampilan mengorganisasi.Artinya memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta memadukan keterampilan proses, sikap dan komunikasi. Model ini masih memfokuskan keterpaduan beberapa aspek pada satu mata pelajaran saja. Tetapi materi pelajaran masih ditempatkan pada prioritas utama yang kemudian dilengkapi dengan aspek keterampilan lain.
Dalam organisasi kurikulum model tersarang (nested) ini, yaitu integrasi multi target kemampuan yang ingin dicapai disajikan dalam satu topik yang ada satu mata pelajaran tertentu. Contoh, kemampuan sosial, kemampuan berfikir, dan kemampuan penguasaan materi pelajaran diintegrasikan dalam satu topik materi fotosintesis pada mata pelajaran IPA.
Model integrasi ini menurut Fogarty, biasanya digunakan oleh guru yang sudah terlatih. Mereka tahu bagaimana cara mencapai tujuan yang majemuk (multiple) dan sangat penting dari suatu mata pelajaran. Dalam pelaksanaannya perlu perencanaan yang hati-hati untuk menentukan tujuan belajar siswa yang kompleks. Pengintegrasian model nested memiliki suatu keuntungan karena kombinasi kemampuan yang ingin dicapai lebih bersifat alamiah. Sehingga dalam pencapaiannya relatif lebih mudah dilakukan. Dikatakan alamiah karena dalam pembelajaran sesungguhnya bertujuan untuk mencapai tujuan khusus tertentu, yang mana dalam kategori Bloom terdiri dari tiga domain kemampuan yaitu kognitif, afektif, dan motorik. Artinya, pencapaian tujuan kemampuan yang majemuk dan padu adalah hal standar dalam pembelajaran.

Model Nested sangat cocok digunakan ketika guru ingin memasukkan kemampuan berfikir dan kemampuan sosial ke dalam isi pelajaran. Sementara tetap fokus pada tujuan penguasaan materi, ditambahkan dengan pembentukan kemampuan berfikir dan kemampuan sosial didalamnya. Penguasaan konsep, pembentukan sikap, dan keterampilan berfikir dipadukan dalam satu kegiatan belajar. Upaya ini akan lebih meningkatkan kualitas pengalaman belajar siswa.

B.   Karakteristik Pembelajaran Terpadu Model Nested (Tersarang) 
      Menurut Depdikbud (1996:3) pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri - ciri, yaitu :
1)      Holistik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif dan bijaksana di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka.
2)      Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang dijelaskan di atas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak kepada kebermaknaan  dari materi yang dipelajari. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupannya.
3)      Otentik
Pembelajaran terpadu juga memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan pengetauhuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik. Misalnya, hukum pemantulan cahaya diperoleh siswa melalui kegiatan eksperimen. Guru lebih banyak bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, sedang siswa bertindak sebagai actor pencari informasi dan pengetahuan. Guru memberikan bimbingan kearah mana yang dilalui dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
4)      Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosianal guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar.

Disamping itu pembelajaran terpadu menyajikan beberapa keterampilan dalam suatu proses pembelajaran. Selain mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu memberikan hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Sedangkan menurut Trianto, Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk sebuah kegiatan awal. Seperti yang dicontohkan Fogarty (1991:28) untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir (thingking skill) dengan keterampilan sosial (social skill). Sedangkan untuk pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan berfikir  (thingking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill) (2012: 45). Sub-sub keterampilan yang dapat dilakukan melalui model nested yang dikutip oleh Irianto dalam Model Pembelajaran Terpadu dari Forgaty dapat dilihatkan pada tabel dibawah ini.

C.   Kelebihan dan Kekurangan Model Nested
Dengan mengumpulkan (nesting) dan mengelompokkan (clustering) sejumlah tujuan dalam pengalaman belajar, belajar siswa diperkaya dan ditingkatkan. Biasanya, pemusatan pada isi, strategi berfikir, keterampilan sosial, dan ide-ide yang secara tak sengaja juga ditemukan. Pada hari-hari yang terlalu padat, kurikulum yang menumpuk, serta jadwal yang ketat, guru yang berpengalaman dapat mencari latihan-latihan yang tepat yang dapat menjadi kegiatan belajar dalam bidang yang beragam. Model nested memberikan perhatian yang dibutuhkan untuk beberapa bidang pada waktu yang bersamaan, dan tidak membutuhkan beban waktu tambahan untuk bekerja dan merencanakan dengan guru yang lain. Dengan model ini, seorang guru secara mandiri dapat memberikan integrasi kurikulum yang luas.

1.      Kelebihan model nested (tersarang) :
a.   Guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam pembelajaran satu mata pelajaran.
b.    Pembelajaran semakin berkembang dan diperkaya dengan menjaring dan mengumpulkan sejumlah tujuan dalam pengalaman belajar siswa.
c.    Pembelajaran dapat mencakup banyak dimensi dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berfikir, keterampilan sosial dan ide lain yang ditemukan
d.  Memberikan perhatian pada berbagai bidang penting dalam satu saat sehingga tidak memerlukan penambahan waktu sehingga guru dapat memadukan kurikulum secara luas.
e.   Kemampuan siswa lebih diperkaya lagi karena selain memperdalam materi juga aspek keterampilan seperti berfikir dan mengorganisasi. Setiap mata pelajaran mempunyai dimensi ganda yang berguna kelak untuk kehidupan siswa mendatang.
  
2.      Kekurangan model nested (tersarang) :
Model nested ini muncul dari kealamiahannya. Berikut beberapa kekurangan dari model nested yaitu:
a.   Dengan mengumpulkan dua, tiga, atau empat target belajar dalam satu latihan mungkin membingungkan siswa jika pengumpulan ini tidak dilakukan secara hati-hati.
b.     Prioritas konseptual dari latihan mungkin menjadi tidak jelas karena siswa diarahkan untuk melakukan banyak tugas belajar pada waktu yang bersamaan. Model nested ini sangat cocok digunakan guru yang mencoba menanamkan keterampilan berpikir dan keterampilan kooperatif dalam latihan-latihan mereka.
c.  Dalam hal perencanaan, jika dilakukan secara tergesa-gesa dan kurang cermat maka penggabungan beberapa materi dan aspek keterampilan dapat mengacaukan pola pikir siswa.
d.   Pada mulanya, tujuan utama pengajaran adalah penekanan pada materi, tetapi akhirnya bergeser prioritasnya pada keterampilan.

D.   Kegunaan Model Nested
Model nested sangat tepat digunakan oleh guru yang sedang mecoba memasukkan keterampilan berfikir dan keterampilan bekerja sama kedalam isi pelajaran dalam konten – konten tertentu. Sehingga guru akan terus berusaha agar tataran belajar tepat, pemikiran dan tindakan pembelajaran akan tetap fokus dalam keterampilan berpikir dan keterampilan sosial akan meningkatkan pula pengalaman belajar secara keseluruhan. Sekarang keahlian khusus dalam 3 wilayah konsep dan sikap berintegrasi akan mudah dilalui dalam kegiatan terstruktur.

E.   Penerapan Model Nested
Model nested di sekolah dasar dapat diterapkan khususnya di kelas tinggi, yang sudah pasti semuanya disesuaikan dengan tingkat perkembangan pemahaman siswa. Dalam implementasinya, diawali dengan menentukan konten yang ingin dicapai dalam satu mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan. Dengan menggunakan pokok bahasan/ sub pokok bahasan sebagai bingkai untuk menyarang keterampilan, konsep dan perilaku yang diharapkan tercapai. Kemudian menentukan keterampilan- keterampilan lain yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setelah hal ini dilakukan maka ditentukan langkah-langkah pembelajaran yang diperlukan sebagai strategi pembelajaran dengan mengintegrasikan setiap keterampilan yang akan dikembangkan.
Contoh penerapan model Nested pada mata pelajaran yaitu:
  1. Penerapan materi sistem peredaran darah, siswa tidak hanya ditargetkan untuk memahami fakta sistem peredaran darah tetapi juga ditargetkan peningkatan keterampilan berpikir melalui pemahaman “sebab akibat”, keterampilan sosial melalui “pembelajaran kooperatif”, keterampilan mengorganisasi diagram melalui “pembuatan diagram peredaran darah”
  2. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia terdapat aspek membaca, menulis, berbicara, menyimak. Keempat aspek tersebut menjadi satu keterpaduan yang menghasilkan keterampilan berbahasa.
F.    Langkah-Langkah Pembelajaran Terpadu Model Nested

Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran terpadu tipe nested (tersarang) mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap pembelajaran terpadu yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

1)   Tahap Perencanaan
a.       Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan.
Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal. Seperti contoh yang diberikan Fogary (1991:28) untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir dengan keterampilan sosial. Sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisir.
b.      Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran.
c.       Menentukan sub keterampilan yang dipadukan
Secara umum katerampilan-keterampilan yang harus dikuasai ada tiga, yaitu: (1) keterampilan berpikir, (2) keterampilan sosial, dan (3) keterampilan mengorganisasi.
d.      Merumuskan tujuan pembelajaran khusus (indikator)
Berdasarkan kompetensi dasar dan sub kterampilan yang telah dipilih dirumuskan tujuan pembelajaran khusus (indikator). Setiap indikator dirumuskan berdasarkan kaidah penulisan tujuan pembelajaran khusus (indicator) yang meliputi; audience, baehaviour, condition dan degree.
e.       Menentukan langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran.
  
2)   Tahap  Pelaksanaan
Dalam Depdiknas (1996:6), prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajaran terpadu, meliputi :
a. Guru hendaknya tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran memungkinkan siswa menjadi pelajar mandiri.
b.    Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
c.  Guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.

Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti skenario langkah-langkah pembelajaran, menurut Muchlas (2002:7), tidak ada model pembelajaran tunggal yang cocok untuk suatu topic dalam pembelajaran terpadu. Artinya dalam satu tatap muka dipadukan beberapa model pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus memahami model-model pebelajaran terpadu dengan baik.

3)   Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaaluasi hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut Depdiknas (1996:6) hendaknya memperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu.
a.   Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya.

b.     Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

A. Pengertian kurikulum satuan pendidikan (KTSP)
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan Komite Sekolah, atau Madrasah dan Komite Madrasah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi kelulusan.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional tersebut selalu relevan dan kompetitive. Hal tersebut juga sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36

B. Landasan dan Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dilandasi oleh UU dan peraturan pemerintah sebagai berikut :
1.    UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
2.    Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3.    Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar Isi
4.    Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi kelulusan.
5.    Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah dengan berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b.   Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c.   Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.  Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan integritas pribadi, kecerdasan spiritual, keterampilan berpikir (thingking skill), kreatifitas sosial, kemampuan akademik, dan keterampilan vokasional.
e.   Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian kurikulum dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f.   Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g.   Seimbang antar kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global, nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan global, nasional, dan lokal harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan perkembangan era globalisasi dengan tetap berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

C. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

D. Komponen-Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Bahwa komponen-komponen KTSP terdiri dari sebagai berikut :
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1)  Tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

E. Inovasi dalam KTSP
KTSP yang mulai diberlakukan secara nasional pada tahun 2006 jelas berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa KTSP merupakan produk dari penjabaran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang bernafaskan Undang-undang Otonomi Daerah.
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang heterogen, baik dilihat dari aspek geografisnya maupun latar belakang sosial budayanya. Heterogenitas ini membawa dampak bahwa terdapat perbedaan yang cukup bermakna antara daerah dan pusat. Dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah maka setiap daerah mempunyai wewenang untuk mengatur urusan dalam negerinya. Dengan demikian, pada aspek pendidikan terjadi hal yang sama. Jika pada masa berlakunya sentralisasi saja sudah menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna antara pusat dengan daerah, maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan sistem pendidikan yang desentralisasi.
Untuk mengatasi perbedaan tersebut, maka kurikulum dikembangkan dengan mengacu kepada standar nasional, artinya meskipun tiap daerah bahkan tiap sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kemampuan masing-masing, tetapi tetap harus mengacu pada standar minimal yang sifatnya nasional. Dengan demikian diharapkan bahwa kurikulum yang dikembangkan (KTSP) dapat mengadopsi kebutuhan daerah tetapi tidak melupakan aspek mutu/kualitas pendidikan secara nasional.
Aspek-aspek inovatif yang terkandung dalam KTSP di antaranya diterapkannya pendidikan kecakapan hidup; dikembangkannya keunggulan lokal sesuai karakteristik, kebutuhan, dan tuntutan setempat; kurikulum berbasis sekolah, dalam pengertian meskipun kerangka dasar dan struktur kurikulum dikembangkan secara sentralistik, tetapi pengembangan perencanaan pembelajaran (silabus & RPP) dan kegiatan belajar mengajar dikembangkan secara desentralistik; dan disertakannya peran serta masyarakat.

Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd

Peranan Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013

Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan dari masyarakat, maka dunia pendidikan harus melakukan inovasi dalam pendidikan. Inovasi pendidikan akan berjalan dan mencapai sasarannya jika progam pendidikan tersebut dirancang dan di implementasikan sesuai dengan kondisi dan tuntutan jaman. Sebagai implikasi dari pentingnya inovasi pendidikan menuntut kesadaran tentang peranan guru.
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Oleh karena tugas dan kedudukan yang dibebankan pada guru, maka guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta Baskara Aji, "Kurikulum eksekusinya di tangan guru. Karenanya guru berperan besar dalam implementasinya,". Menurutnya, peran guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru memang dibutuhkan saat ini. Sebab kurikulum yang diterapkan pada peserta didik dibuat tidak hanya oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) namun juga banyak pihak, termasuk para guru. Maka dari itu, untuk mensukseskan penerapan kurikulum tersebut, guru menjadi faktor yang paling dominan untuk dilaksanakan. Para pendidik itulah yang mengetahui perkembangan ilmu dan perubahan materi kurikulum yang dibutuhkan. Kurikulum tidak bisa stagnan dan harus terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan zaman.
Menurut Murray Printr peran guru dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya, guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.

Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/ sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama / guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan. (Ridwan Johawarman, dan Sumardi, 2009).

Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd

Inovasi Kurikulum

A.     Konsep, Jenis dan Strategi Inovasi
Kongres (1983) mengemukakan bahwa inovasi adalah "ide, praktik atau objek yang dianggap baru oleh individu atau unit penerimanya". Begitu juga Miles (1973) mengatakan "inovasi adalah sesuatu yang disengaja, baru, perubahan khusus yang dianggap lebih manjur untuk mewujudkan dari sebuah sistem". Dalam kamus Oxford menjelaskan bahwa inovasi adalah "memperkenalkan sesuatu yang baru atau perubahan dari apa yang ada sekarang, praktik baru atau perubahan terhadap mode yang telah ada".
Inovasi kurikulum adalah usaha melakukan pembaruan sistem kurikulum untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan inovasi kurikulum antara lain: (a) Lebih meratanya kesempatan belajar; (b) Ada keserasian antara kegiatan pembelajaran dengan tujuan kurikulum; (c) Implementasi kurikulum menjadi lebih efisien dan efektif; (d) Menghargai kebudayaan lokal/daerah; (e) Tumbuhnya sikap, minat belajar peserta didik; (f) Tersebarnya paket kurikulum yang menyenangkan semua pihak, mudah dicerna; (g) Terpenuhinya kebutuhan tenaga terdidik dan terlatih yang bermutu.
Adapun ciri-ciri utama suatu inovasi, yaitu:
a. Adanya suatu yang baru menurut persepsi yang menerima
b. Diciptakan secara sengaja
c. Bertujuan memperbaiki sistem yang sudah ada
d. Kebaikan dari inovasi itu dapat ditunjukan

Inovasi harus mengandung makna perbaikan terhadap tujuan-tujuan yang telah ditetapkan termasuk menetapkan satu atau lebih kriteria kualitatif. Inovasi juga biasanya dilihat sebagai sesutu yang biasa dan bukannya menyusun kembali apa yang sudah ada kedalam pola-pola baru, dilain pihak perubahan meminta respon sedangkan kualifikasi memerlukan inisatif. Ciri-ciri yang dikemukakan di atas adalah ciri-ciri berdasarkan batasan atau pengertian inovasi karena dalam spektif yang berbeda tentu akan menunjukkan ciri yang berbeda.
Rogers (1983), misalnya, mengemukakan ciri-ciri inovasi,yaitu:
a.    Keuntungan relatif (relative advantage) adalah tingkat yang digunakan untuk mengukur apakah inovasi itu lebih baik dari gagasan sebelumnya atau tidak
b.    Kesepadanan (compability) tingkat sampai di mana suatu inovasi konsisten terhadap nilai-nilai yang ada, pengalaman-pengalaman masa lampau, dan kebutuhan-kebutuhan para opter yang potensial.
c.    Kompleksitas (complexity) adalah tingkat sampai di mana suatu inovasi dilihat sebagai hal yang sulit untuk dipahami dan digunakan
d.    Kemungkinan dapat dicoba (trialability) ialah tingkat sampai dimana kemungkinan suatu iniovasi dapat dicobakan pada batas-batas tertentu
e.    Kemungkinan dapat diamati (observability) adalah tingkat sampai dimana hasil dari suatu inovasi dapat diamati oleh orang lain.
Selanjutnya Khol dalam Colloway (1979) mengatakan, "sutu inopvasi mempunyai sifat yang dapat dipahami dengan jelas, dapat dikonsepsikan, dan mempunyai kegunaan empirik". Jika kita perhatikan ciri-ciri yang melekat pada inovasi, maka dapat disimpulkan bahwa inovasi kurikulum di Indonesia didasarkan pada tiga hal, yaitu:
a.    Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah melalui UU.No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b.    Tujuan inovasi kurikulum adalah untuk memperbaiki sistem kurikulum yang ada agar lebih baik lagi sehingga terasa manfaatnya bagi masyarakat pendidikan itu sendiri.
c.    Sebagai usaha untuk mencari pemecahan masalah.
Pelaksanaan inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari pelaksana inovasi kurikulum itu sendiri.Dilihat dari hal itu, inovasi kurikulum dibagi dalam dua jenis, yaitu :
  1. Top-Down Innovation
Inovasi itu sengaja diciptakan oleh atasan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efesiensi, dan sebagainya.
Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan, dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya dan bawahannya tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya. Banyak contoh inovasi kurikulum "top-down inovation" yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional di Indonesia , antara lain :CBSA, guru pamong, sekolah kecil, sistem pengajaran modul, sistem belajar jarak jauh, dan lain-lain. Inovasi seperti ini akan berjalan dengan baik apabila pihak pembuat kebijakan, para innovator, dan administrator menuju sikap yang lebih baik.
  1. Buttom-Up Innovation
Inovasi ini dibuat berdasarkan ide, pikiran, kreasi, inisiatif sekolah, guru atau masyarakat.Jenis yang kedua ini jarang dilakukan di Indonesia karena sistem pendidikan yang ada cenderung bersifat sentralistis. Selanjutnya, Chin dan Benne dalam Kennedy (1987) mengemukakan tiga strategi inovasi, yaitu:

  1. Power coercive (strategi pemaksaan). Strategi pemaksaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu pola inovasi yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi sendiri. Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide, dan keuntungan sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya dimana inovasi itu akan dilaksanakan. Kekuasaan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menerapkan ide-ide dan perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran pencipta inovasinya.
  2. Rational empirical (strategi empirik-rasional). Asumsi dasar dalam strategi ini adalahbahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitannya dengan ini, inovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik dan valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Disekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi, bukan didasarkan dengan pengalaman guru tersebut.
  3. Normative-reducative (pendidikan yang berulang secara normatif). Strategi ini didasarkan kepada pemikiran para ahli pendidikan, seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis, dan beberapa pakar lainnya (Cece Wijaya,dkk,1991) yang menekankan bagaimana memahami permasalahan pembaruan, seperti perubahan sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia. Misalnya, dalam pelaksanaan perbaikan sistem pembelajaran disekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan.
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd